Keisengan gue ikut lomba karaoke bahasa Jepang berlanjut. Setelah tahun lalu hanya jadi penonton final World Karaoke Grand Prix Indonesia di Ennichisai Blok M, tahun ini gue nekat ikut audisinya (kan kata tagline salah satu merk motor, lampaui dirimu *eak).
Gue menjajal kemampuan di dua tempat : Bandung dan Jakarta. Akan tetapi walau gue mengikuti audisi untuk ajang yang sama di dua kota, ternyata ada banyak perbedaan sistem yang cukup signifikan. Detilnya akan gue bahas di bawah ini ya, tapi sebelumnya mungkin ada teman-teman yang belum tahu apa itu World Karaoke Grand Prix
World Karaoke Grand Prix? Makhluk apa tuh?
World Karaoke Grand Prix (biasa disingkat WKG) adalah ajang
kompetisi karaoke lagu-lagu soundtrack anime, film, dan game Jepang tingkat
dunia yang diselenggarakan dalam rangkaian acara World Cosplay Summit (WCS) di
Nagoya, Jepang. Nggak hanya menyanyi, peserta WKG harus bercosplay sesuai
dengan anime, film, atau game asal lagu yang dibawakan. Contohnya kalau kamu
menyanyikan lagu soundtrack dari One Piece, maka kamu harus bercosplay menjadi
salah satu karakter di dalam anime tersebut. Pada 2014 lalu, ada 12 negara yang ikut serta dalam kompetisi
ini, termasuk Indonesia. Tahun lalu Indonesia berhasil meraih runner-up. Untuk
menjadi wakil negara, peserta harus mengikuti audisi dan menjadi juara pertama babak
final Indonesia yang diadakan di event Ennichisai Blok M.
Sekarang semakin ngerti kan kenapa gue ngebet banget pingin
coba peruntungan, hadiah buat juara satunya ke Jepang bo’ ahaha.
Oke sekarang gue akan bahas bagaimana proses audisi di Bandung
dan Jakarta. Gue sebut Bandung duluan karena audisinya lebih awal daripada
Jakarta. Audisi Bandung menjadi salah satu rangkaian acara CLAS:H Bandung di
Balai Sartika, Buah Batu tanggal 4 April 2015. Audisi Jakarta benar-benar murni
audisi seharian, tanggal 25 April 2015 di Blok M Plaza.
Jadi, mereka bedanya dimana?
Proses Seleksi
Di audisi daerah, sebelumnya ada pre-audisi lewat
mengirimkan sampel suara berupa video sepanjang satu menit. Audisi Bandung bikin
gue sport jantung karena gue yang rajin nungguin ada update di website
Indonesia Cosplay Grand Prix (ICGP, halaman tentang WKG juga ada di situ)
ternyata salah mantengin website. Info tentang audisi Bandung justru adanya di
website CLAS:H Bandung dan gue baru tahu di tanggal yang katanya jadi tanggal
penutupan pengiriman video. Kata-kata “tanggal penutupan” bikin gue bingung. Apa
di tanggal itu gue masih boleh ngirim video? Kenapa nggak pakai pernyataan lain
yang lebih jelas seperti “batas maksimal pengiriman”, “deadline”, apa kek yang
mengurangi keambiguan. Usaha gue nanya ke admin fanpage FB sia-sia karena
responnya lelet.
Gue tambah galau ketika ternyata form onlinenya masih bisa
diakses. Akhirnya daripada penasaran gue putuskan untuk tetap kirim video yang baru dibikin hari itu juga dalam waktu nggak sampai 15 menit udah termasuk
dandan seadanya. Tanpa take ulang pula karena malas (jangan ditiru). Selang
beberapa hari kemudian ternyata gue masuk 10 semifinalis daerah yang tampil di
CLAS:H Bandung..Sembari mikir jangan-jangan yang daftar sedikit makanya gue yang mepet ini malah
kepilih. Entahlah.
Audisi Jakarta nggak pake video-videoan, semua peserta yang
sudah mendaftar online sebelumnya diminta hadir di hari audisi. Saking rajinnya
gue datang bahkan sebelum panitia nongol, berharap urutan daftar ulang
benar-benar menentukan urutan tampil seperti yang tertera di website karena gue
pingin cepat pulang. Nyatanya diacak juga, dan di situ saya merasa sebal karena
bisa-bisa baru balik malam padahal datang paling pagi.
Panggung
Karena audisi Bandung ada di dalam rangkaian CLAS:H dan
menyewa satu gedung pertemuan, jadi panggungnya lumayan luas. Malah luas banget
sebenarnya kalau hanya diisi seorang penyanyi amatir yang gugupnya masih suka
hilang-timbul (iya gue ngomongin diri sendiri). Berbeda dengan audisi Jakarta
dimana tempat audisinya memanfaatkan sarana live music di food court Blok M
Plaza. Suasana lebih akrab walau tegangnya nggak berkurang. Kupu-kupu tetap
berterbangan di perut, nggak peduli panggung kecil atau besar.
Penjurian
Pada aspek ini, audisi Jakarta menurut gue jauh lebih oke.
Di Bandung, yang tahu pendapat para juri mengenai peserta hanya dewan juri dan
Tuhan. Setelah peserta tampil, tanpa babibu langsung diminta turun dari
panggung, berlanjut ke peserta berikutnya. Dewan juri di Jakarta meluangkan waktu untuk
mengomentari penampilan peserta satu per satu. Peserta jadi tahu apa saja hal-hal
yang sudah kuasai dan apa yang masih perlu ditingkatkan. Salut banget karena
peserta yang hadir kurang lebih ada 30-an orang dan semuanya diberi feedback.
Kudos untuk dewan juri Jakarta!
Finalis Terpilih
Audisi daerah di Jogja, Surabaya, Bandung, dan Medan (lalu
di sini gue bingung lagi, kurang satu? ._. Kan total ada 10?) masing-masing mengambil seorang
peserta untuk bertanding di final WKG Indonesia di Ennichisai Blok M. Audisi
Jakarta dapat jatah lima orang. Alasan paling masuk akal yang bisa gue pikirkan
untuk kebijakan ini adalah mungkin sebagai antisipasi peserta nggak bisa hadir
di Ennichisai karena masalah transportasi dari kota asal ke Jakarta yang harus
ditanggung sendiri. Tiket kereta Surabaya-Jakarta atau tiket pesawat
Medan-Jakarta kan lumayan. Pasti akan
kepikiran terutama buat mereka dengan sistem “balik modal” karena belum tentu
menang lombanya.
Afterwords
Dari kedua audisi tersebut, menurut gue audisi daerah memberikan pengalaman dan tantangan lebih kepada calon finalis karena peserta langsung dihadapkan pada suasana panggung besar yang mirip-mirip suasana final di Ennichisai. Di sini ketenangan dan kemampuan peserta menghadapi audiens langsung teruji. Sistem seleksi awal lewat video juga membantu panitia menyusutkan jumlah peserta sehingga akhirnya meringankan beban panitia dalam melakukan audisi.Di sisi lain, suasana akrab di audisi Jakarta serta dibukanya kesempatan untuk siapa saja mengikuti audisi membuat proses seleksi yang sebenarnya lama jadi menyenangkan. Waktu menunggu yang panjang gue manfaatkan untuk berkenalan dengan sejumlah peserta lainnya, bahkan gue bertemu beberapa orang yang dulu lolos semifinal Bandung dan bernasib sama seperti gue (
Walau belum berhasil mendapatkan kesempatan untuk mencicipi
panggung final Ennichisai, gue nggak merasa menyesal karena sudah memberanikan diri mencoba
ikut audisinya. Ini jadi pengalaman berharga yang menambah jam terbang gue menaklukkan
demam panggung, semacam systematic desensitization sambil senang-senang. Sekarang
waktunya kembali menyibukkan diri dengan latihan, latihan, dan latihan lagi!
Semoga catatan kecil ini dapat membantu teman-teman yang berminat ikut audisi
WKG tahun depan serta bisa jadi bahan evaluasi teman-teman panitia yang
membaca corat-coret gue :D