Senin, 09 Juni 2014

Maleficent : Another Side of The Legendary Villain


Gue termasuk orang yang jarang nonton film di bioskop..well gue termasuk jarang nonton film secara umum, kecuali film animasi. Makanya impulsivitas gue dan teman-teman untuk menjawab godaan poster Maleficent di 21 Depok Town Square tempo hari patut diacungi jempol,biar kata ada salah satu teman nonton gue itu beneran maniak film. Impulsivitas itu pula juga yang membuat gue tergelitik untuk mengangkat Maleficent sebagai review film pertama gue (yei), disusul beberapa tanda tanya yang terjawab setelah nonton.

Ada beberapa tanda tanya besar yang mengemuka ketika gue tahu Disney Pictures bikin live action adaptasi karya klasik mereka (lagi). Pertama, gue masih trauma dengan live action Alice in Wonderland terdahulu. Cerita yang penuh fantasi jadi terkesan serius dan membosankan (maaf buat yang suka karya adaptasi itu). Kira-kira bagaimana Disney meramu karya mereka kali ini?

Kedua, tokoh yang diangkat jadi pemeran utama adalah sosok jahat, Maleficent dari Sleeping Beauty. Biasanya dongeng klasik punya penggolongan saklek antara si baik dan si jahat. Area abu-abu di dongeng klasik hampir bisa dikatakan tidak eksis. Maleficent macam apa yang disodorkan Disney dalam film ini? Pure Evil seperti dahulu atau ada sesuatu yang berbeda?

Ketiga, tentu saja nama besar Angelina Jolie. Seperti apa Maleficent versi Jolie? Gue menatap layar bioskop lebar-lebar agar semua pertanyaan gue itu bisa terjawab.

Apabila di karya klasiknya, Maleficent “sudah jahat dari lahir”,pada film ini diceritakan tadinya Maleficent merupakan peri yang baik hati sebelum akhirnya sebuah pengkhianatan mengubahnya menjadi pribadi yang tidak berperasaan. The Moors, negeri dongeng indah yang seharusnya dijaga oleh Maleficent berubah menjadi tempat angker dan terisolasi dari dunia luar. Kisah masa lalu Maleficent ini lalu berlanjut dengan alur cerita Sleeping Beauty klasik. Tentunya dengan sejumlah kejutan yang tidak disangka-sangka dan jauh lebih gelap karena sudut pandang yang diambil adalah sudut pandang sang villain, Maleficent.

Dari segi visual effect, film ini patut diacungi jempol karena berhasil menyajikan gambar-gambar indah dan adegan-adegan pertarungan fantasi yang seru. Penonton bisa dipastikan tidak akan mengantuk sepanjang film. Hal yang agak mengganjal ada di proses editing adegan. Ada beberapa adegan yang terasa kurang mengalir, tapi secara keseluruhan tidak mengganggu alur cerita.

Plot Maleficent sendiri menurut gue cukup oke untuk ukuran film fantasi yang diadaptasi dari dongeng walau tetap termasuk gampang ditebak dan beberapa adegan terasa tidak masuk akal. Misalnya waktu Maleficent mengejar waktu untuk mencegah Aurora sang Sleeping Beauty tertusuk jarum pintal. Kenapa dia bukan mengubah gagak suruhannya jadi makhluk terbang agar bisa mencapai istana dengan cepat tapi malah naik kuda? Dramatis sih, tapi buat penonton yang kritis atau sudah dewasa pasti terasa janggal.  

Akting Angelina Jolie sebagai Maleficent, terutama saat berperan sebagai Maleficent jahat, mirip banget dengan versi animasinya bahkan di saat-saat tertentu jauh lebih menakutkan. Emang kece mbak satu ini. Belakangan gue baru tahu pemeran Aurora ternyata aktris terkenal, Elle Fanning. Aurora versi Fanning cocok dengan imej anak umur 16 tahun yang imut, kinyis-kinyis dan lugu karena hidup dalam pengasingan.

Film dipungkas dengan lagu soundtrack yang juga muncul di Sleeping Beauty versi animasi, Once Upon a Dream, yang setelah diaransemen ulang kedengerannya jadi gothic dan menyeramkan. Perubahan ini sesuai dengan nuansa kegelapan yang menyelimuti film ini.

Gue cukup puas dengan Maleficent sebagai suatu terobosan dari usaha mengolah kembali karya klasik dengan sentuhan fresh, sesuai dengan tagline-nya Discover a Story You Never Knew. Tidak sempurna, tapi layak diapresiasi sebagai film yang menghibur. 



  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar