Kamis, 16 Januari 2014

Zona Perang di Food Court Sentra Grosir Cikarang

“Mbak Silahkan Lihat Mbak,SILAHKAN MAS LIHAT DULU, WOY! MBAK-MAS!!”

Hidup di zaman sekarang itu sulit. Tekanan ekonomi membuat banyak orang harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gue sendiri tidak merasakan kesulitan berarti karena alhamdulillah keluarga gue termasuk mampu. Gue masih punya waktu untuk mempersiapkan diri sebelum terjun ke dalam kerasnya dunia nyata. Keras, seperti fenomena yang gue lihat di salah satu pusat perbelanjaan belum lama ini.

Dua hari yang lalu gue melihat contoh nyata yang ekstrim dari ketatnya persaingan bisnis makanan. Saat itu gue dan keluarga iseng jalan ke Sentra Grosir Cikarang alias SGC.  Kami memutuskan untuk pergi ke Food Court karena waktu makan siang sudah tiba. Begitu kami sampai, sejumlah waitress dari kios makanan menawarkan hidangan dari tempat masing-masing. Bersahut-sahutan, memperebutkan perhatian setiap orang yang dicurigai ingin menghilangkan lapar dan dahaga.

“Mbak boleh mbak dilihat dulu menunya..”

“MBAK boleh MBAK SILAHKAN”

“KE SINI AJA..mbak KE SINI..”

“*)&)^)^(*%&$*$^&^%#^@!!!”

Gue belum pernah lihat waitress yang nawarin makanan seagresif itu, mirip pemandangan di terminal saat bus-bus berebut penumpang. Apakah cara pemasaran mereka membuat gue tertarik beli? Boro-boro, yang ada gue malah takut dan malas mendatangi kios-kios tersebut. Akhirnya gue memilih beli fast food, satu-satunya yang tidak meneriaki calon konsumen. Nyokap dan adik gue milih kios paling sepi di pojokan, jauh dari tatapan “bernafsu” para waitress agresif.

Sambil makan, gue kembali memikirkan apa yang gue renungkan di awal tulisan ini. Para waitress itu berusaha sebaik mungkin mendatangkan pelanggan agar makanan yang mereka jual bisa laku. Pasti capek berteriak-teriak sekencang itu sepanjang hari demi mengimbangi bisingnya musik disko alay yang disetel begitu keras di sana. Rasa sebal yang tadinya muncul mulai berubah menjadi empati. Sayang gue keburu beli fast-food karena kesan pertama dari para waitress itu begitu menakutkan, dan mungkin banyak yang mengalami kejadian serupa seperti gue. Akhirnya uang yang bisa dipakai membantu usaha kecil masuk ke kantong para konglomerat pemilik franchise fast-food..(mulai melantur karena kebanyakan mikir)

Gue nggak benci fast-food, sekali-sekali oke lah. Waktu itu juga sebenarnya gue nggak begitu pingin beli fast-food, tapi yah karena gue keburu ilfeel duluan akhirnya jatuhlah pilihan pada produk ayam..yang sebenarnya baru gue makan dua hari sebelumnya. Giliran badan gue yang teriak-teriak karena keseringan disuruh mencerna karbo dan garam. 

Bodohnya gue nggak ngasih masukan ke waitress yang nganterin makanan buat nyokap dan adik. Mungkin selama ini sama sekali nggak ada keluhan mengenai cara mendekati konsumen makanya cara semi-barbar itu tetap digunakan. Semuanya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, padahal bisa saja jumlah pelanggan mereka meningkat jika teknik pemasaran diubah jadi sedikit anggun...

“MBAAAK…”

HUSH!

        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar