Minggu, 02 November 2014

Manga Festival in Indonesia at Pusat Studi Jepang UI


Suatu hari teman gue mengabarkan tanggal 31 Oktober 2014 sejumlah penerbit besar Jepang akan mengadakan talk show di kampus UI dalam rangka Manga Festival. Nggak main-main, yang datang adalah orang penting dari nama-nama penerbit yang familiar di kalangan penggemar manga, mulai dari Kadokawa Shoten, Kodansha, dan Shueshia. Ditambah lagi ada mangaka yang diundang sebagai pembicara yaitu Takashi Hashiguchi-sensei, pengarang Yakitate Japan dari Shogakukan. Kebetulan semester ini gue nggak ada kuliah di hari Jumat, sehingga gue bisa mengikuti talk show tanpa  harus bolos kuliah. Pergilah gue bersama seorang teman  ke Pusat Studi Jepang (PSJ) UI.

Pertama kami agak bingung karena dari luar, sama sekali tidak terlihat bahwa di PSJ ada kegiatan. Poster, baliho, atau sekedar flyer pun nihil. Kebingungan kami mereda setelah melihat sejumlah orang mulai menyemut ke arah auditorium dan setelah diperhatikan lagi banyak orang Jepang berpakaian rapi ala pegawai kantoran mondar-mandir. Oh bener kok ada acara. Kami pun mengekor rombongan dan mencari tempat nyaman untuk melihat layar proyektor. Narasumber pertama adalah CEO Kadokawa Contents Academy, Tetsuya Koga.

Tetsuya Koga-san dari Kadokawa Contents Academy
Awal presentasi beliau, rasanya seperti sedang kuliah di kelas manajemen atau ekonomi karena banyak banget grafik dan tabel yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dibandingkan negara-negara lain di dunia. Ditambah lagi detil-detil tentang pendapatan perusahaan yang gue yakin nggak dipedulikan oleh mayoritas pengunjung. Untungnya sebelum audiens merasa datang ke acara yang salah, Koga-san langsung menceritakan rencana Kadokawa membuka sekolah pop culture contents seperti animasi,manga,dan voice actor di Indonesia pada tahun 2015. Beliau juga memberitahu bahwa Kadokawa berniat untuk mendirikan sekolah di sepuluh negara Asia. Indonesia adalah negara ketiga setelah Taiwan dan Singapura yang akan mendapat kesempatan menikmati fasilitas pendidikan Kadokawa ini.

Narasumber kedua terdiri dua orang cowok dari Kodansha dan seorang cewek dari Toei Animation. Cowok pertama, editor Naoko Takeuchi pengarang Sailor Moon, Fumio Osano dan yang kedua adalah Senior Manager Licensing Department Kodansha, Junichiro Tsuchiya. Si mbak manis yang fotonya diabadikan diam-diam oleh sejumlah cowok merupakan produser televisi Toei Animation, Yu Kamiki. 

Geng Kodansha dan Toei Animation
Setelah menjelaskan sedikit tentang Kodansha, bahasan utama ketiga narasumber ini adalah proyek remake Sailor Moon. Gue dan teman gue sempat berdebat mengenai anime Sailor Moon yang baru. Teman gue kukuh berpendapat bahwa animasinya kurang oke karena terkesan kaku. Gue berusaha berlogika (walau dipaksain), mungkin karena sasarannya untuk anak-anak makanya masalah teknis nggak terlalu dipikirkan. Kami berdua langsung diam begitu Kamiki-san bilang sebenarnya target utama anime ini adalah para fans lama Sailor Moon yang sekarang sudah dewasa. Yak, kontan teori gue langsung mentah.

Dari semua narasumber, Osano-san adalah yang paling komunikatif dan kocak. Menurut beliau, fans Sailor Moon ada dua kategori. Kategori pertama bernama ooki tomodachi, arti harfiahnya “teman besar”. Mereka adalah cowok-cowok dewasa yang sudah bekerja (bebas mau interpretasi apa, beliau sendiri nggak menjelaskan lebih jauh,tapi gaya bicara beliau bikin mikir yang aneh-aneh). Lalu yang kedua adalah chiisai tomodachi atau “teman kecil”, yaitu cewek-cewek SD-SMP yang memang jadi target awal Sailor Moon. Osano-san juga curhat bahwa sekarang persaingan semakin ketat karena banyak ooki tomodachi beralih ke AKB48, jadi beliau dan timnya berusaha agar Sailor Moon bisa kembali eksis seperti masa jayanya dulu.

Narasumber ketiga langsung mengundang antusiasme yang besar. Giliran Takashi Hashiguchi dan editornya Shigeru Kanmuri naik ke atas panggung. Gue berpikir keras kenapa nama si editor terdengar nggak asing..Ternyata nama editornya sama dengan salah satu tokoh di manga Yakitate Japan (inget cowok mirip cewek yang badannya kecil, jenius, dan junior juri salah seorang juri di Yakitate?). 

Mangaka dan editor Yakitate Japan
Pada sesi ini narasumber seharusnya menjawab pertanyaan yang sudah dikumpulkan via internet, akan tetapi karena banyak sekali yang mengangkat tangan dan ingin bertanya akhirnya dibuka kesempatan tanya jawab bebas. Pasangan mangaka-editor ini ternyata sering bertengkar namun tetap berusaha menghasilkan karya yang bagus. Ketika ditanya mengenai cara mendapat inspirasi, setengah berkelakar Hashiguchi-sensei bilang bahwa ia mendapatkan inspirasi saat sedang mengejan di toilet atau menggoda cewek. Saat memilih penanya pun beliau dengan kocak bilang akan mengutamakan penanya cewek. Di akhir sesi Hashiguchi-sensei menunjukkan kemahirannya membuat sketsa dalam waktu singkat

Sesi terakhir diisi oleh chief editor majalah Ribon, Jitsuya Tomishige dan chief editor Shounen Jump, Yoshihisa Heishi yang keduanya berasal dari Shueshia. Gue sebenarnya kasihan sama editor Ribon karena disandingkan dengan editor Jump yang punya fans jauh lebih banyak, tapi sebagai pengunjung gue cuma bisa empati. Gue terbengong-bengong saat Tomishige-san menjelaskan judul-judul yang ada di Ribon (karena shoujo, apalagi untuk anak SD jelas sudah nggak gue konsumsi, gomennasai Tomishige-san >_<a). Semangat gue mulai bangkit lagi saat Heishi-san dapat giliran bicara.
Sesi Ribon dan Shonen Jump dari Shueshia
Heishi-san menunjukkan edisi terbaru Shonen Jump yang terbit esok hari serta video singkat mengenai manga Jump yang populer, plus suasana kerja di Jump. Meja-meja penuh dengan tumpukan kertas serta barang-barang pribadi masing-masing editor. Dengan malu-malu beliau mengakui ruang editor Jump berantakan. Beliau menceritakan bahwa dengan deadline mingguan, tak jarang para editor dan mangaka harus bekerja hingga 24 jam sehari agar Jump bisa terbit dengan selamat. Selain itu, Heishi-san menjelaskan bahwa mayoritas mangaka dan editor di Jump berusia dua puluhan dan Jump sangat mengapresiasi talenta-talenta pemula. Pernyataan ini bikin gue teringat pojok curhatnya Masashi Kishimoto, pengarang Naruto waktu beliau banting setir dari sekolah seni menjadi mangaka. Dengan kerja sama yang baik dengan editor dan keuletan, akhirnya Kishimoto-sensei sukses besar. 

Berakhirnya presentasi Heishi-san turut menjadi penutup acara. Rentetan pertanyaan langsung muncul di kepala gue ketika sesi tanya jawab dibuka kembali dan gue sangat bernafsu "menguliti" proses editing di Jump yang banyak menghasilkan manga hits. Sialnya gue nggak dipilih walau sudah heboh nunjuk tangan, plus pake jilbab warna mencolok. Gue yang kesal karena nggak kebagian giliran bertanya dan kecewa begitu ingat kalau beberapa pertanyaan ternyata jauh dari esensial (plis deh di depan lo itu orang yang susah ditemuin wooy =_=) akhirnya menghibur diri dengan foto grup dan foto bersama Heishi-san sang chief editor Jump. 
me and Heishi-san \o/
Ingin sekali gue ngobrol lebih lanjut tapi apa daya Bahasa Jepang gue amburadul dan beliau nggak bisa Bahasa Inggris. Belum lagi pihak penyelenggara acara meminta pengunjung untuk cepat bubar. Agh. Belum puas, tapi tetap senang karena sudah dapat kesempatan tahu lebih jauh mengenai industri manga di Jepang.           

     

Rabu, 25 Juni 2014

Indonesia Open 2014 : (slightly) Different but Great As Always



In Indonesia, the most popular sports is football  and badminton takes the second position. For me, badminton will always be number one sports because it gives pride to Indonesia. Those remarkable badminton athletes should be honored as national heroes to appreciate their tremendous effort to be champions in international tournaments. But that dream probably will only be a dream for this near time, so me and other badminton lovers should be content with the annual badminton tournament in Jakarta : Indonesia Open 2014 which held at Istora (Sports Center) Senayan Jakarta from 17-22 June. It’s my third time to watch this event on the site. If you guys haven’t tried it before, I recommend you to give it a shot. Trust me, you’ll get addicted to it and come back again next year.




There was a significant change this year because this event now had different main sponsor. For two years in a row, Indonesia Open was dominated with red color. This year, all decorations were in blue. It didn’t disturb the festivities feel in this event at all. I personally glad that the sponsor was change since cigarette company used to take the place. It’s not funny to have a sports event that promotes health sponsored by goods that harmful for health

Every year, I always watch the round 2 where many players still compete so I can see plenty matches in a day. If lucky, you could take a picture with your favorite players although if you aim for the popular one, you need extra effort (and extra luck!) because they won’t stroll around as carefree as the other players.

Indonesia Open is special. Unlike other tournaments in other countries where the spectators are usually only show up for final matches, in Indonesia Open Round 2 matches could attract many people to come. I was surprised to see such excitement, even the most uncomfortable seat (because of the view angle and yeah, it has the cheapest ticket price) were almost full. Istora Senayan was shaken because of the supporter’s cheer! Last year and two years ago, the hype wasn't that great.

It's only round 2 but look at those full seats!
Unfortunately the cheering couldn't make the players’ journey easier. I had to witness Indonesian players lost to their rivals one by one. Many of them had a fierce battle with slightly different score but still ended up lost.. Aaaaagh it was frustrating really! It’s true that winning isn’t everything but losing in your own nest has its own painful sensation o___o


But no matter what the result, watching badminton matches are always fun :) I definitely will continue this habit next year and the year after..I’ll drag my future family with me haha! And hopefully Indonesian badminton will improve to be even much better and seize all titles! 

IN-DO-NE-SIA!! *dum-dum-dum-dum-dum*


Senin, 23 Juni 2014

Fly With The Dragons!! : How to Train Your Dragon 2



Sudah lama gue nggak terpincut trailer film animasi sampai akhirnya gue lihat trailer How to Train Your Dragon 2. Asli keren. Ini baru trailer yang oke karena bikin calon penonton penasaran untuk mengetahui film utuhnya. Wajar kalau ekspektasi gue terhadap film ini jadi tinggi, dan gue sama sekali nggak dikecewakan.

Kisah HTTYD 2 terjadi 5 tahun setelah film prekuelnya. Bangsa Viking yang tadinya bermusuhan dengan naga sekarang sangat mencintai makhluk itu. Hampir semua penduduk Berk, nama desa Bangsa Viking tinggal, memiliki naga untuk membantu kehidupan sehari-hari mereka.

Tokoh utama film ini,Hiccup, anak kepala suku Stoick, sedang resah karena sang ayah hendak menjadikan dirinya pewaris posisi tersebut. Ia merasa tidak memiliki kemampuan untuk menjadi kepala suku dan jauh lebih senang berpetualang mencari tanah tak dikenal bersama naganya, Toothless. Di tengah pergulatan pribadinya itu, Hiccup bertemu dengan kawanan penjerat naga. Dari penjerat naga ini Hiccup mengetahui bahwa seseorang bernama Drago Bludvist berusaha mengumpulkan naga di seluruh daerah demi membentuk pasukan.

Kepala Suku Stoick ternyata mengenali Bludvist dan langsung menyatakan agar Berk bersiap menghadapi perang. Hiccup yang tidak ingin hanya diam menunggu Bludvist menyerang Berk bersikeras mencari Bludvist terlebih dahulu dan membujuknya untuk membatalkan peperangan. Di dalam perjalanannya inilah Hiccup bertemu dengan sosok yang tidak disangka-sangka.

Dari awal film, penonton akan dimanjakan oleh animasi 3D yang luar biasa indah dan penuh aksi. Gue hanya nonton versi 2D dan berhasil dibuat terpukau, bisa dibayangkan jika nonton film ini dalam format 3D atau 4D. Sensasi mengendarai naga di langit luas dalam kecepatan tinggi akan jadi jauh lebih nyata. Desain naga yang variatif dan menarik kerap membuat gue bingung harus fokus mengikuti jalan cerita atau memperhatikan detil-detil menawan di sepanjang film. Dreamworks benar-benar niat dalam menggarap tampilan visual HTTYD 2.

Plot cerita cukup oke untuk film yang ditujukan untuk semua umur. Pencarian jati diri Hiccup, pertemuan dengan figur yang selama ini hilang, dendam lama yang muncul kembali, tema-tema yang bisa dibilang ringan dan klise ini dapat diramu dengan baik. Adapun dari segi karakter, gue merasa villain-nya kurang greget. Mungkin salah satu alasannya adalah karena desain karakternya yang sebenarnya pingin dibuat seram namun malah jadi lucu karena badannya berbentuk kotak padat khas desain lelaki dewasa di film ini. Satu lagi yang bikin gue kecewa adalah Astrid, pacar Hiccup yang terlihat dominan di poster pun ternyata porsi perannya tidak sebesar foto posternya. Akan tetapi mengingat durasi film yang pendek, bisa dimaklumi jika karakter pendukung tidak terlalu tergali secara dalam.

HTTYD 2 adalah teman liburan yang pas untuk anak-anak. Tadi aja waktu gue nonton bioskop penuh anak-anak hahaha. Film keluarga yang sayang banget kalau dilewatkan.

"And with Vikings on the backs of dragons, the world just got a whole lot bigger"-  Hiccup

So let’s fly with the dragons!!

      

Senin, 09 Juni 2014

Maleficent : Another Side of The Legendary Villain


Gue termasuk orang yang jarang nonton film di bioskop..well gue termasuk jarang nonton film secara umum, kecuali film animasi. Makanya impulsivitas gue dan teman-teman untuk menjawab godaan poster Maleficent di 21 Depok Town Square tempo hari patut diacungi jempol,biar kata ada salah satu teman nonton gue itu beneran maniak film. Impulsivitas itu pula juga yang membuat gue tergelitik untuk mengangkat Maleficent sebagai review film pertama gue (yei), disusul beberapa tanda tanya yang terjawab setelah nonton.

Ada beberapa tanda tanya besar yang mengemuka ketika gue tahu Disney Pictures bikin live action adaptasi karya klasik mereka (lagi). Pertama, gue masih trauma dengan live action Alice in Wonderland terdahulu. Cerita yang penuh fantasi jadi terkesan serius dan membosankan (maaf buat yang suka karya adaptasi itu). Kira-kira bagaimana Disney meramu karya mereka kali ini?

Kedua, tokoh yang diangkat jadi pemeran utama adalah sosok jahat, Maleficent dari Sleeping Beauty. Biasanya dongeng klasik punya penggolongan saklek antara si baik dan si jahat. Area abu-abu di dongeng klasik hampir bisa dikatakan tidak eksis. Maleficent macam apa yang disodorkan Disney dalam film ini? Pure Evil seperti dahulu atau ada sesuatu yang berbeda?

Ketiga, tentu saja nama besar Angelina Jolie. Seperti apa Maleficent versi Jolie? Gue menatap layar bioskop lebar-lebar agar semua pertanyaan gue itu bisa terjawab.

Apabila di karya klasiknya, Maleficent “sudah jahat dari lahir”,pada film ini diceritakan tadinya Maleficent merupakan peri yang baik hati sebelum akhirnya sebuah pengkhianatan mengubahnya menjadi pribadi yang tidak berperasaan. The Moors, negeri dongeng indah yang seharusnya dijaga oleh Maleficent berubah menjadi tempat angker dan terisolasi dari dunia luar. Kisah masa lalu Maleficent ini lalu berlanjut dengan alur cerita Sleeping Beauty klasik. Tentunya dengan sejumlah kejutan yang tidak disangka-sangka dan jauh lebih gelap karena sudut pandang yang diambil adalah sudut pandang sang villain, Maleficent.

Dari segi visual effect, film ini patut diacungi jempol karena berhasil menyajikan gambar-gambar indah dan adegan-adegan pertarungan fantasi yang seru. Penonton bisa dipastikan tidak akan mengantuk sepanjang film. Hal yang agak mengganjal ada di proses editing adegan. Ada beberapa adegan yang terasa kurang mengalir, tapi secara keseluruhan tidak mengganggu alur cerita.

Plot Maleficent sendiri menurut gue cukup oke untuk ukuran film fantasi yang diadaptasi dari dongeng walau tetap termasuk gampang ditebak dan beberapa adegan terasa tidak masuk akal. Misalnya waktu Maleficent mengejar waktu untuk mencegah Aurora sang Sleeping Beauty tertusuk jarum pintal. Kenapa dia bukan mengubah gagak suruhannya jadi makhluk terbang agar bisa mencapai istana dengan cepat tapi malah naik kuda? Dramatis sih, tapi buat penonton yang kritis atau sudah dewasa pasti terasa janggal.  

Akting Angelina Jolie sebagai Maleficent, terutama saat berperan sebagai Maleficent jahat, mirip banget dengan versi animasinya bahkan di saat-saat tertentu jauh lebih menakutkan. Emang kece mbak satu ini. Belakangan gue baru tahu pemeran Aurora ternyata aktris terkenal, Elle Fanning. Aurora versi Fanning cocok dengan imej anak umur 16 tahun yang imut, kinyis-kinyis dan lugu karena hidup dalam pengasingan.

Film dipungkas dengan lagu soundtrack yang juga muncul di Sleeping Beauty versi animasi, Once Upon a Dream, yang setelah diaransemen ulang kedengerannya jadi gothic dan menyeramkan. Perubahan ini sesuai dengan nuansa kegelapan yang menyelimuti film ini.

Gue cukup puas dengan Maleficent sebagai suatu terobosan dari usaha mengolah kembali karya klasik dengan sentuhan fresh, sesuai dengan tagline-nya Discover a Story You Never Knew. Tidak sempurna, tapi layak diapresiasi sebagai film yang menghibur. 



  

Tulus - Sepatu (Shoes)

Another post in English :D Hi there! This time I want to share a beautiful Indonesian song with you guys.

To be honest, I seldom get attracted to current Indonesian songs, especially those that become very popular. Sometimes the lyric can be so cheesy and I have no interest to spend my time listening to the cheesiness. But this one is different. The music is simple but great, the metaphors are sweet (yet sad), and the video concept is unique. It's in Bahasa Indonesia, but don't worry I get the translation done for you.  The song tells a story about love between man and woman who can't be together..Cliche? Well the interesting part is, the writer compared that relationship with.. Shoes! 

This link below goes to the singer's, Tulus, Youtube channel. 

Enjoy! 
Tulus - Sepatu

Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia

Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan

Reff : Kita sadar ingin bersama
         Tapi tak bisa apa-apa
         Terasa lengkap bila kita berdua
         Terasa sedih bila kita di rak berbeda
         Di dekatmu kotak bagai nirwana
         Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya

Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan

Reff : Kita sadar ingin bersama
         Tapi tak bisa apa-apa
         Kita sadar ingin bersama
         Tapi tak bisa apa-apa
  
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya

Cinta memang banyak bentuknya
Mungkin tak semua bisa bersatu.
 
Tulus - Shoes 
We are a pair of shoes. 
Always together, can’t be united
We are dead thing, as if we don’t have a soul.  
We’re moving because of human’s feet

I’m the right shoe
You’re the left shoe.
I’m delighted when asked to run fast 
But I’m afraid you’ll be exhausted
I have no problem drenched by rain
But I’m afraid you’ll be cold

Reff : We realize that we want to be together
          But we can’t do anything at all
          It feels complete when there are two of us
          It feels sad when we’re on different shelf
          When close to you, a box is like heaven
          But we’re powerless even to touch each other

I’m delighted when asked to run fast
But I’m afraid you’ll be exhausted
I have no problem drenched by rain
But I’m afraid you’ll be cold

Reff : We realize that we want to be together
          But we can’t do anything at all
          We realize that we want to be together
          But we can’t do anything at all       
          It feels complete when there are two of us
          It feels sad when we’re on different shelf
          When close to you, a box is like heaven
          But we’re powerless even to touch each other

          It’s true that love has many forms. 
          Maybe not all of them could united 
                                              

Sabtu, 07 Juni 2014

Keliling Jakarta dari Depok Ga Pake Nyasar dengan Angkutan Umum

Halo. Setelah sebulan lebih menghilang dari peredaran akhirnya baru buat postingan baru lagi (dasar malas ._.) Kali ini gue pingin bagi-bagi info tentang rute angkutan umum ke tempat-tempat yang pernah gue kunjungi di Jakarta. Yeah, karena gue ingin mengurangi kemacetan makanya pake angkutan umum (padahal sih gara-gara ga punya mobil haha XD) 

Titik berangkatnya? So pasti Depok,lebih tepatnya Stasiun Universitas Indonesia secara sekarang sedang mencari wangsit (baca : kuliah) di sana hehe. Semua rute di sini sudah pernah gue coba jadi Insya Allah nggak bakal nyasar. Misalnya teman-teman punya rute lain atau mau nambahin boleh banget kasih komen, nanti bakal gue update berkala :D

Oh iya hampir lupa, semua rute yang gue tulis di sini menggunakan CL alias kereta listrik Commuter Line milik PT KAI tercinta. Supaya rapi gue kelompokkan berdasarkan stasiun tujuan.  Okay let's cekidot!


STASIUN CAWANG

Naik CL arah Jakarta Kota/Tanah Abang-Jatinegara terus turun di Cawang. Ada banyak tempat yang bisa diakses lewat Cawang, misalnya :
       
       A.      Plaza Semanggi dan Universitas Atma Jaya         
Naik bus Transjakarta arah Pluit (nama shelter tempat naiknya Cikoko Stasiun Cawang) lalu turun di shelter Semanggi atau naik bis apapun ke arah Pluit misalnya lo jiper sama jembatan shelter Semanggi yang parah banget panjangnya.

       B.      Jakarta Convention Center (JCC) dan Lapangan D Senayan
Naik bus Transjakarta arah Pluit lalu turun di Shelter JCC. Dari situ jalan dikit udah nyampe di gerbang JCC-nya. Untuk ke Lapangan D Senayan, jauh lebih dekat lewat dalam JCC karena letak mereka sebelahan.

       C.      Mal Taman Anggrek
Naik bus Transjakarta arah Pluit, turun di shelter Mall Taman Anggrek
  
       D.      Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara dan Mal Ciputra
Naik bus Transjakarta arah Pluit, turun di shelter Grogol 2.


STASIUN SUDIRMAN

Naik CL arah Tanah Abang-Jatinegara lalu turun di Stasiun Sudirman. Beberapa tempat yang bisa dijangkau lewat stasiun ini antara lain : 
    
      A.      Istora Senayan
Naik Kopaja 19 lalu minta turun di GBK atau naik Transjakarta arah Blok M turun di shelter Gelora Bung Karno. Dari situ jalan nyebrang lalu jalan dikit menuju kompleks GBK termasuk Istora

      B.      FX Sudirman
Naik Kopaja 19 lalu minta turun di GBK atau naik Transjakarta arah Blok M turun di shelter Gelora Bung Karno. Dari situ jalan nyebrang mendekati GBK lalu jalan dikit ke arah kiri. Pasti keliatan deh, lambing FX-nya segede gitu kok.

      C.      Pacific Place
Naik Kopaja 19 lalu minta turun di depan SCBD. Dari situ jalan dikit ke dalam kompleks SCBD sampai ketemu Pacific Place (gue kapok ke sini haha. Kayak dunia lain >_<). Bisa juga pakai bus Transjakarta arah Blok M.

      D.      The Japan Foundation, Gedung Summitmas 1 Lantai 3
Naik Kopaja 19, turun di dekat Ratu Plaza atau bisa juga naik bus Transjakarta arah Blok M. Turun di shelter Ratu Plaza. Dari situ nyebrang masih harus jalan sedikit  

      E.       Blok M Area
Resepnya lagi-lagi sama. Naik bus Transjakarta arah Blok M lalu duduk manis atau berdiri cantik sampai shelter terakhir.

Kalau apa yang gue tulis di sini ada yang salah, mohon dikoreksi ya :D Semoga walau pun sedikit tapi berguna, cheers!


Kamis, 08 Mei 2014

Overthink : Japan Educational Seminar

What do you guys think about studying abroad?

Is it fascinating? Luxurious? Challenging? Expensive? 

It could be all of the adjectives above. I personally think that studying abroad would also give you broad knowledge about the world. That's why when my friend told me The Japan Foundation would hold a seminar of Japanese education, I was very excited to come. Despite my major, Psychology is not very developed in Japan (looking for Psychology course or scholarship in Japanese university is like ordering a rendang in French bakery, no kidding) I decided to come anyway. The seminar was on Saturday, April 19th 2014 and strangely I got free time. I and a friend went to The Japan Foundation at Summitmas Building in Sudirman, Jakarta.

After a silly detour by train, more than 10 Transjakarta shelters and a long walk, we arrived safely at the Summitmas Building. Not many people were around, probably because it’s Saturday. We greeted the receptionist and they gave us a sticky label to be used as an ID. We were 30 minutes late so the first speaker was already on her first half of presentation. She was from JASSO, a scholarship foundation for foreign students and just like the purpose of the foundation, she explained scholarship mechanism. Second speaker told the audience about living expenses and some sponsors messages, and then followed by presentation from to Japanese private universities, the APU and Tokyo Metropolitan University.     

While listening to the speakers, I saw interesting phenomenon. There were many parents in that seminar. Even parents were dominating the Q & A session. I was wondering, where were their kids? Were the kids busy preparing stuff for National Exam so their parents storming the seminar for them? Why not looking for the information by themselves? I might be wrong, but I couldn’t help myself from picturing spoiled brats in my mind..Perhaps they really didn’t have time back then, OR they did are brats so that’s why their parents sent them abroad.

Second interesting stuff was the goodie bags. The goodie bags weren’t that attractive, but they were heavy. Each bag contained a bunch of brochures, printed full color in high quality paper. How much money was spent on that? Clearly they put a big hope in it, as one potential student’s tuition should be able to cover all expenses for the goodie bags. I also amazed by their aggresivity to promote  outside of Japan. Especially APU, with their selling point in multinationality atmosphere (that means they promote the college all around the world)

The ultimate disturbance swarmed my mind was the reality that Indonesia had become a sexy market (again!) for foreign private education institutions. The trend was similar to other imported goods like clothing, shoes, or cosmetics. Many Indonesians love something foreign, including education. It’s understandable if someone prefer foreign stuff or education for the quality, but its shameful while studying abroad is only used to look cool. “As long as it’s foreign, then it’s good!”

So do I against studying abroad now?

Not really. As I mentioned waaay above, studying abroad is a perfect way to see what other countries have done in many fields. It could help pampered kids to be more independent, and make the nationalism grows stronger. Indonesia needs high quality young generations and studying abroad could provide those young’uns great education. I personally would love to go abroad as well if I have chance. But honestly, it’s painful seeing Indonesia only becomes a market for other countries to sell things, including the education. I remembered one of my lecturer said Indonesia’s economy is built from consumerism and it’s not good since we’re very dependent to foreigners.

So, after done “stealing” abroad, don’t be a “peanut that forget its shell”. Share that valuable wisdom to others in Indonesia. Perhaps one of us is a future pioneer of Indonesia’s education revolution. Changing Indonesia from a mere market to a destination for foreign students quench their thirst of knowledge. Or maybe a pioneer in different field, who knows?

And we left the seminar earlier since we got bored haha. Good luck for those who’ll start their life abroad this fall semester J I bet none of you guys would read this note, but  I hope deep inside each one of you somehow the same message is already planted. 
  


Selasa, 22 April 2014

Cerita tentang Celengan


Beberapa kali gue lewat jembatan penyebrangan yang menghubungan Depok Town Square dan Margo City,kadang-kadang gue melihat sesosok bapak tua jualan celengan. Dia selalu nongkrong di sekitar jembatan situ,entah di atas jembatannya atau nyempil duduk di area kecil dekat tempat angkot ngetem. Beberapa kali pula gue perhatiin dagangannya yang susah laku. Jaman sekarang celengan tanah liat punya saingan berat celengan kaleng. Dari segi bentuk dan tampilan saja sudah jelas nama yang lebih menarik.  Akan tetapi bapak tua itu tetap setia menjual celengan, mungkin tidak tahu harus bekerja apa lagi. Dalam hati gue berniat suatu saat akan beli satu celengan yang ia jual,kebetulan lagi butuh juga buat nabung recehan.

Setelah beberapa waktu berlalu,Sabtu malam (well,katanya bagi Jomblo ga ada malam Minggu? :p) gue akhirnya ketemu lagi dengan bapak tua ini. Dia duduk di daerah dekat angkot,kepalanya menunduk sangat dalam waktu pertama kali gue datang. Langsung gue tanya harga dagangan dia berapaan. 15 ribu. Bentuk celengannya bervariasi dan semuanya berasal dari tokoh kartun populer,mulai dari Spongebob sampai Doraemon. Gue memilih celengan Hello Kitty dan ngeluarin uang untuk membayar.

Hati gue langsung turun ke perut begitu melihat senyuman si bapak tua yang sangat ceria. Ada siratan rasa syukur yang bisa gue lihat dari barisan giginya yang kelihatan rapuh. Wajahnya tidak lagi suram,berganti ekspresi bahagia. Tadinya gue nggak mau ngambil kembaliannya karena kasihan,tapi setelah gue pikir-pikir lagi misalnya gue melakukan hal itu gue nggak menghargai usaha dia. Dia masih memilih untuk berdagang walau dagangannya kurang menarik. Dia nggak ngambil jalan pintas jadi pengemis untuk mencari nafkah. Gue urungkan niat menolak kembalian dan menerima lima ribuan yang disorongkan si bapak tua. Dia mengucapkan terima kasih pada gue. Nada suaranya betul-betul terdengar gembira. 

Selesai transaksi,gue naik jembatan penyebrangan untuk nyusul teman-teman gue yg udah jalan duluan. Pipi gue rasanya panas,hampir gue nangis di situ. 15 ribu yang buat gue mungkin cuma sekadar jatah makan siang bisa membuat seseorang tersenyum selebar itu,senyuman yang terlihat jelas padahal waktu gue transaksi keadaan sudah gelap gulita. Uang yang kelihatan nggak seberapa itu ternyata bisa jadi sesuatu yang sangat berharga untuk orang yang emang butuh. Sebenarnya hal-hal seperti ini merupakan rahasia umum, akan tetapi kadang orang (gue?) lupa bagaimana nikmatnya membantu orang lain walau hanya sedikit. Bagi kita mungkin sedikit, tapi sangat berarti untuk yang menerima.   


Celengan baru, abaikan botol-botol lainnya


Sekarang si Hello Kitty nangkring manis di atas rak buku kosan. Bentuknya memang nggak sempurna,agak penyok,catnya pun kurang rata (lihat bulu mata si Kitty yang terkesan asal?). Kalah jauh dibandingkan dengan Hello Kitty asli dari Sanrio, produsen resmi yang konon tiap tahun menghasilkan untung triliunan rupiah dari penjualan merchandise di seluruh dunia. Tapi bagi gue, arti dibalik si Hello Kitty panjul itu jelas jauh lebih dalam dibanding barang-barang sempurna buatan pabrik.Terima kasih sudah memberikan kesempatan pada gue untuk melihat senyuman di wajah bapak tua penjual celengan di jembatan penyebrangan Detos-Margo City :)


Jumat, 18 April 2014

We are the KAUP Warriors (Part I)



Hai, kembali bersama gue Anti di program Amazing College Courses (padahal ini edisi perdana XD). Di semester 6 ini gue kembali dihadapkan pada mata kuliah yang sangat menarik. Frase “sangat menarik” dalam dunia perkuliahan, buat gue pribadi biasanya selalu diikuti kata “menantang” serta”makan banyak waktu dan pikiran”. Yep, akhirnya setelah lama hanya mendengar legendanya, gue menjalani juga yang namanya Konstruksi Alat Ukur Psikologi alias KAUP. Ya, saat ini status gue adalah KAUP Warrior , bertugas menaklukkan mata kuliah yang selalu jadi juara trending topic anak-anak Psikologi UI dari masa ke masa. Terus apa hubungannya KAUP sama fotoan dengan pesawat? Karena..banyak alasan di bawah ini.

Sedikit tentang KAUP
Untuk KAUP, mahasiswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok berisi 6-7 orang (seperti biasa, di Psikologi UI bersiaplah dengan tugas kelompok yang bejibun). Kami harus membuat dua macam tes, satu untuk tugas UTS sedangkan satu lagi untuk UAS disertai comprehension test dalam bentuk lisan. Tes pertama jenisnya maximum performance test. Arti gampangnya untuk tes ini, yang diukur biasanya intelegensi, skill tertentu (misalnya nyetir), atau hasil belajar suatu program. Ujian harian, UTS dan UAS juga termasuk tes bentuk ini. Khusus untuk tes pertama ini, tiap kelompok cukup membuat sampai rancangan saja plus uji coba. Kelompok gue lalu terlibat perdebatan panjang dalam menentukan topik, sesi yang selalu menguras tenaga. Selain topik, kami juga harus memikirkan banyak aspek seperti argumentasi solid mengapa tes ini penting untuk dibuat, uji kelayakan tes macam apa yang akan digunakan (validitas, reliabilitas, familiar dengan istilah ini? Kalau nggak googling aja ya), sasaran tes, dan lain-lain.

Anak-anak di kelompok gue pingin jalan ke tempat yang nggak biasa untuk ngambil data. Pada akhirnya kita memutuskan mengambil siswa sekolah pilot sebagai subjek tes yang akan kita susun. Kelompok gue yang isinya cewek-cewek kinyis semua (halah) makin semangat karena bisa cuci mata sekalian nugas. Sekolah pilot gitu lho, sudah dapat dipastikan suasananya macam STM, kaum Adam bertebaran di mana-mana dengan penampakan yang oke punya. Belum lagi karena bayaran sekolahnya mahal, berarti yang masuk ke sana orang kaya semua (matre mode: on haha). Akan tetapi alasan yang paling utama sebenarnya bisa lepas sejenak dari suasana kampus dan menjelajah tempat yang benar-benar baru. Dunia ini luas, masa’ di kampus terus.

Off We Go!
Hari Rabu tanggal 19 Maret 2014 kami dengan gagah berani melebur dalam hiruk pikuk komuter KRL Bogor-Jakarta. Tujuan kami adalah Bandara Halim Perdanakusuma, tepatnya Deraya Flying School. Kami sampai di sana sekitar pukul 09:00 dan langsung beranjak menuju kantor sekolah pilot tersebut. Begitu bertemu dengan perwakilan sekolah, kami sempat waswas batal mengambil data karena ternyata informasi bahwa kami akan datang hari itu tidak sampai ke pihak yang sebenarnya bertanggung jawab mengurus izin kunjungan. Untungnya Mbak ini baik banget, ia tetap meladeni kami dengan sabar dan memastikan bahwa kami tetap bisa ambil data. Fyuh!

Setelah membayar 20.000 rupiah untuk registrasi masuk pengunjung, kami digiring ke area sekolah penerbangan yang terletak di dekat lapangan parkir pesawat. Rombongan kuning-kuning berbalut almamater langsung menarik perhatian orang-orang saking ngejrengnya. Di area sekolah, kami bertemu dengan salah satu instruktur (yang sayangnya gue lupa namanyaa) dan diminta menunggu sejenak karena kelas masih berlangsung. Sembari menunggu, kami mengobrol banyak dengan si instruktur dan memperoleh pengetahuan mengenai dunia penerbangan. Mulai dari peraturan penerbangan Indonesia yang berkiblat ke Amerika, private pilot dan commercial pilot ternyata menjalani kelas berbeda, industri penerbangan Indonesia yang makin dinamis, sampai ngomongin pesawat Malaysia Airlines yang (masih) hilang.

Selain bertemu instruktur, kami juga mendapat kesempatan bercakap-cakap langsung dengan kepala sekolahnya, Pak Suparno. Beliau adalah pilot veteran dan merupakan jebolan TNI AU. Sikap beliau sangat positif terhadap kedatangan kami dan beliau juga cukup paham Psikologi sehingga dapat langsung mengerti apa yang sebenarnya akan diukur oleh rancangan tes kami. Selesai bercengkrama, beliau mempersilakan kami untuk masuk ke kelas dan memulai uji coba tes. Kelas yang kami masuki adalah kelas private pilot atau pilot untuk pesawat pribadi.


Test..Test..Test..
Suasana kelas Private Pilot saat uji coba tes berlangsung

Suasana kelasnya kurang-lebih sama seperti yang sudah gue bayangkan sebelumnya. Dari sekitar 23 siswa, hanya ada satu cewek. Kelas hiruk-pikuk dengan obrolan para siswa yang kebanyakan adalah anak-anak SMA yang baru saja lulus dan baru menjalani sekolah penerbangan selama beberapa bulan. Usilnya luar biasa, mungkin karena jarang lihat cewek di sekolah. Salah seorang anggota kelompok jadi bulan-bulanan mereka karena digodain terus (tapi karena digodain sama bocah jadinya males juga hahah). Kami sempat kesulitan menenangkan kelas sebelum akhirnya Pak Instruktur membantu kami mengarahkan siswa supaya konsentrasi. Uji coba berlangsung cukup lancar walau ternyata waktu pengerjaan ternyata molor hampir dua kali lipat dari estimasi sebelumnya. Kami kira soal yang kami buat dapat diselesaikan dalam waktu 10-15 menit saja, tapi ternyata ada siswa yang menghabiskan waktu hampir setengah jam. Data-data seperti ini lalu kami jadikan bahan pertimbangan untuk revisi.  

Bersama Pak Suparno, Kepala Sekolah Deraya Flying School


Selesai uji coba dan menyerahkan suvenir, kami pulang dengan perasaan lega. Hari yang menyenangkan dan kami memperoleh pengetahuan baru mengenai dunia yang sebelumnya terasa begitu asing, langsung dari ahlinya. Terlebih lagi, reaksi positif dari calon pengguna alat tes mengenai rancangan alat tes kami membuat kerja keras kami terasa tidak sia-sia. Mungkin ke depannya bisa dikembangkan menjadi alat tes sesungguhnya dan menjadi sarana meningkatkan mutu pilot di Indonesia. 


Petualangan KAUP Warriors belum berakhir! Sampai jumpa di edisi UAS yang lebih greget!