9 April 2014, Pemilu legistatif resmi dimulai. Gue yang
masih harap-harap cemas pingin dikasih amplop oleh para caleg harus menerima
kenyataan bahwa nggak ada satu pun tambahan uang saku gue dapatkan. Setelah
perjalanan yang superlancar dari Depok ke Karawang dan makan soto hangat untuk
mengisi perut, gue dan nyokap masih iseng mau nyari nama-nama calon di website
KPU. Sepertinya banyak orang pakai jurus kepepet yang sama karena website KPU
tiba-tiba susah diakses. Nggak sabar, akhirnya kita berdua sepakat untuk
mengandalkan intuisi dan ingatan tentang track record caleg yang akan dicoblos
(jangan ditiru ya =_=a)
Gue dan nyokap sama-sama terdaftar di TPS 15. Kami segera
sibuk di bilik suara masing-masing begitu petugas TPS menyerahkan empat kertas suara dengan warna pelangi :
merah, kuning, hijau, dan biru. Ukuran kertasnya lebih besar dari kertas koran,
gue langsung dapat membayangkan pusingnya mencari nama (buat mereka yang udah
tahu mau coblos siapa) atau membulatkan keputusan untuk mencoblos satu dari
puluhan nama asing yang tercantum di sana (contohnya macam gue ini).
Di tingkat DPR RI masih banyak nama yang gue kenal karena
mereka sering disorot media. Begitu masuk DPRD provinsi dan yang sisanya,
kening gue berkerut bingung. Ragu. Takut
salah pilih (siapa suruh ga riset duluuuu). Ujung-ujungnya? Gue mencoblos tiga
partai berbeda untuk DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten. Berulang kali
gue mengucap basmallah supaya hasil merenung kilat ini bisa memberikan hasil
baik bagi Indonesia sambil memasukkan kotak suara ke tempatnya masing-masing
sesuai warnanya.
Entah berapa banyak orang yang mengalami kesulitan serupa
dengan gue yang menghabiskan hampir 15 menit di dalam bilik suara untuk mikir.
Di saat gue tahu politik uang masih menjadi metode favorit mendulang simpati
walau si caleg bisa tanpa malu menuliskan “jujur dan bersih” di spanduk
bergambar foto mereka yang mengotori wajah kota. Di saat gue sadar banyak caleg
bahkan nggak punya visi-misi jelas dan masih nekat maju jadi anggota dewan. Di
saat gue mengerti kenapa banyak orang dengan latar belakang oke enggan
berpolitik karena kebobrokan yang membuat mereka jijik. ..
Daripada ngomel, lebih bijak jika berbuat sesuatu untuk
membuat keadaan jadi lebih baik, walau hanya sedikit. Bismillah. Semoga
sumbangan yang nggak berarti ini, satu suara dari seorang Riztianti
Setiamurdiawati, dapat turut membawa Indonesia ke arah perubahan positif.
Buat teman-teman anak rantau yang di Pileg nggak nyoblos,
yang presiden jangan absen lagi ya bro-sis! Sayang kalau kertas suara kalian
malah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang gak bertanggung jawab!
Pemilihan umum kini telah tiba..
Ayo songsong dengan gembira..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar