Sabtu, 12 April 2014
Aku Lampu Lalu Lintas
Aku lampu lalu lintas. Benda yang umum ditemukan di padatnya keramaian jalan. Saat Bapak dan Ibu Polisi tidak bertugas, aku dan teman-temanku yang bertanggung jawab menjaga kelancaran jalannya kendaraan dan keselamatan pejalan kaki. Aku sangat bangga dengan pekerjaanku ini. Mulia dan berguna untuk orang banyak.
Akan tetapi itu semua sebelum aku dimutasi ke sini. Di depan gang ini, mengawasi sepotong ruas jalan raya terbesar di kotaku. Pembuluh aorta dari kota ini. Awalnya aku kira pekerjaanku akan menyenangkan. Ruas jalan ini salah satu pintu masuk ke universitas terkemuka. Pasti banyak mahasiswa yang lewat, dan aku yakin mereka pandai-pandai. Dengan otak begitu canggih, mustahil mereka tidak mengerti isyarat yang aku gunakan. Wong anak kecil juga tahu.
Ekspektasi ternyata tinggal ekspektasi.
Kadang-kadang aku memang "dikacangin" manusia, namun seumur-umur aku bertugas, belum pernah dapat "pengacangan" sedahsyat ini. Senyum bisnis yang awalnya tersungging lebar sekarang menjadi bagian dari sejarah. Aku gabut. Satu-dua orang masih mengindahkanku, sisanya menganggapku angin lalu. Hari-hari kerja rasanya tidak berarti lagi. Ingin sekali aku pindah pos tugas.
Suatu ketika, aku menguping pembicaraan dua orang gadis di ujung jalan. Mereka adalah bagian dari segelintir yang masih menganggap aku ada. Ah, rupanya mereka adalah mahasiswi psikologi. Tebak siapa yang digosipkan? Aku! (Aduh, jadi malu)
"Kayaknya lampu merah itu mendingan dipindahin aja deh. Nggak guna juga, hampir semua asal nyebrang." kata Gadis A.
Gadis B menyahut. "Iya, yang patuh paling spesies langka macam kita ini, walau mempertahankan prinsip itu susah setengah mati.."
"Konformitas emang paling mpang deh, tapi nggak semua yang lumrah itu benar kan." Gadis A menangkap tanda dariku bahwa sudah waktunya mereka menyeberang. "Yuk".
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih jauh tentang kom...por? Entahlah apa yang kedua gadis tersebut bicarakan. Apa itu yang menyebabkan aku dicuekin? Apa kebanyakan manusia cenderung begitu? Ah, manusia memang makhluk rumit. Sulit untuk kumengerti dengan sensor yang hanya tahu merah-kuning-hijau dan hitung mundur.
Tapi sensorku yang sederhana ini tersentuh oleh kata-kata Gadis A. "Nggak semua yang lumrah itu benar."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wahahah :D kisah sehari-hari. mm cocok buat pembelajaran anak sekolahan. kalau buat mahasiswa dr gaya penulisan dan isi, yang nyinggung menurutku yg ini "Pasti banyak mahasiswa yang lewat, dan aku yakin mereka pandai-pandai. Dengan otak begitu canggih, mustahil mereka tidak mengerti isyarat yang aku gunakan."
BalasHapusoh, itu sengaja yul :p hehe
Hapus